Film Fitna, memang untuk membuat fitnah terhadap umat Islam
Film Fitna memang dibuat untuk menimbulkan fitnah bagi umat islam. Si pembuat anggota parlemen Belanda entah siapa namanya (malas menghafal nama orang yang menghina Islam) membuat film ini atas dasar ketakutan yang sangat akan berkembangnya Islam di eropa. Di film yang berdurasi sekitar 15 menit ini ia menunjukkan statistik jumlah umat Islam yang semakin melonjak semenjak tragedi 11 september di Belanda dan negara-negara eropa lainnya.
Dengan maksud di atas, si anggota parlemen ini ingin agar orang-orang eropa yang akan masuk ke dalam Islam berpikir kembali setelah melihat film ini. Dan saya sangat yakin yang akan terjadi malah sebaliknya nanti, sama seperti setelah kejadian 11 september 2001. Orang barat yang cerdas akan semakin tertarik untuk mempelajari apa sebenarnya Islam itu. Apakah benar Islam mengajarkan tindak kekerasan, memusuhi agama lain, merendahkan wanita seperti yang sering digemborkan? dan dengan kecerdasan orang barat dan dengan hati nurani yang bersih akan menemukan jawaban yang sebaliknya sehingga banyak dari mereka yang masuk ke dalam Islam.
Film Fitna ini sangatlah subjektif dan didasari hawa nafsu belaka. Bagaimana tidak si pembuatnya hanya mengambil atau mencomot ayat-ayat Qur’an di sana-sini sepotong-potong untuk keperluan pemburukan citra Islam saja. Sehingga yang ingin dibangun, agar citra Islam menjadi buruk bagi yang melihatnya.
Gaya penghinaan terhadap Islam dengan pengambilan Ayat-ayat Al Qur’an semaunya ini bukan hal yang baru lagi buat orang yang ingin menghancurkan Islam. Sangat banyak contohnya dari kalangan Umat Islam sendiri maupun dari orang di luar Islam yang mencomot bagian tertentu dari Al Qur’an yang sesuai dengan seleranya untuk kepentingan kelompoknya saja sementara pada ayat-ayat yang lain malah terang-terangan menolaknya.
Membaca ayat-ayat Al Qur’an agar mengerti apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya tidak lah cukup dengan ayat Qur’an itu saja. Apa lagi jika hanya memotong sepenggal dari ayat sebagaimana misalnya ada ayat yang artinya “celakalah bagi orang yang shalat” tanpa diteruskan bunyi ayat tersebut tentu akan menjadi artinya padahal yang dimaksud yang celaka adalah orang yang lalai dalam shalatnya. Membaca Al Qur’an diperlukan tafsir yang bukan sekedar terjemahan dari ayat yang dimaksud. Kadang sebuah ayat ditafsirkan oleh ayat yang lain, kadang sebuah ayat ditafsirkan oleh hadits nabi, hadist nabi ditafsirkan oleh hadits nabi yang lain dan kadang jika tidak ada dilihat dari pemahaman dan pendapat sahabat terhadap hadits tersebut.